Selasa, 15 Oktober 2013 0 komentar

Padang Putih

Arafah seperti ladang salju
Atau pekat biru
menghampar bintang sendu
Putih, meleburkan kelabu

Arafah jadi sejuk
diairi, dibasuhi
disujudi, dipeluki
disenandungi

Dapatkah kudapati wangi gurun
wangi padangMu,
yang `kan membawaku berpeluk denganMu?
memeluk hangat 
tanah lahir kekasihMu

Aku diam,
berpayung langit Dzulhijjah
awan berarak,
biar kunikmati saja rindu ini
Senin, 14 Oktober 2013 0 komentar

Jalan Cinta

Oleh : Rayma Nahla

Jalan masih panjang
Menikung, mendaki
Usah kau tanya riak luka yang kan kau dapati
di jalan ini

Jalan masih panjang
Memerah, berdarah
Jangan takutkan perih menganga yang kan kau erangi
di jalan ini

Mungkin kau nanar di persimpangan
atau angkat tangan dalam perjalanan
Sebab tak semua kaki mampu menjelma jadi besi,
tak semua hati bertahan hingga pagi
Terkadang malam memang memabukkan

Ini jalan cinta, kawan
Semua hal adalah perjuangan

Biarlah, nikmati saja panasnya jalan ini
Agar kita dapati syahid yang telah dinanti




Jumat, 11 Oktober 2013 0 komentar

Mengeja Syair Hujan

Aku ingin bercengkrama dengan hujan
Merambati kata demi kata
Yang diuraikannya bersama angin
Sembari membelai kulit-kulit bumi

Oi ! Ia menjawabnya
Ada bait-bait cerita 

"Aku baru saja terjun bebas dari langit," ucapnya
Aku menyimak,
"Kau tahu? Langit murka !"
Kutadahkan wajah kelangit
"Ia murka pada orang bumi..."

Hujan diam,
Suara kodok bertimpalan
"Kau dengar itu, hujan?" tanyaku.
Hujan mengangguk
"Hewan itu bernyanyi untukmu, untuk jasamu"

Hujan diam lagi,
"Langit murka !" teriaknya.
"Setiap hari orang bumi mengirim kepekatan. Ia sudah lelah."
Sekarang aku yang diam
"Bilang saja pada kawan-kawanmu, orang bumi. Tak perlu lagi mengirim benda hitam yang bikin sesak nafas, sebab ozon yang sobek belum bisa dijahit."
0 komentar
Disela gemuruh pesta ulang tahun tetangga, 11 Okt.`13

Sejatinya, ulang tahun bukanlah suatu moment yang terlampau istimewa untuk dirayakan dengan menghamburkan banyak uang. Namun, kebanyakan orang berpendapat sebaliknya. Sebagian besar masyarakat menganggap ulang tahun adalah hari terpenting di seluruh dunia, sehingga mereka rela mengucurkan budget yang lumayan banyak untuk sekedar merayakan party bersama teman-teman. Hal ini terutama sekali terjadi di kalangan remaja yang sedang kepayang dengan sweet seventeennya.

"Seventeen itu super istimewa, karena pada usia ini kita beranjak dewasa..." begitulah komentar umum masyarakat. Padahal, di setiap pertambahan usia, kita selalu beranjak menuju kedewasaan, hanya saja mungkin bedanya di usia 17 tahun kita akan segera diberi hadiah spesial : KTP. 

Pada usia 17 tahun, seseorang dianggap sudah benar-benar menjelma manusia dewasa. Namun, bukankah dengan merayakan party besar-besaran itu mencerminkan perilaku yang kurang dewasa? Menghabiskan banyak uang hanya demi menjaga gengsi dihadapan teman-teman sepermainan. Sungguh disayangkan, jika memang sweet seventeen adalah momen dimana seorang individu telah menjelma manusia dewasa seharusnya perayaan "penyambutan" KTP itu dilaksanakan dengan sederhana dan bersahaja. Mungkin dengan cara mengundang anak yatim ke rumah untuk berdo`a bersama dan memberi sumbangan, atau dengan mengisi malam sambi bertahajud sembari merenungi umur yang terus berkurang. Usia kita  memang bertambah, namun kontrak kerja kita di dunia yang fana justru semakin berkurang. Maka apakah selayaknya kita merayakan pengurangan masa kontrak hidup dengan berparty ria, sementara Izrail telah menghitung mundur dan melihat catatan bahwa di tahun sekian nyawa  kita akan dicabut?

Sahabatku, menjadi dewasalah dengan bersikap layaknya seseorang yang memikirkan segalanya secara visioner, yaitu memikirkan masa depan. Bukan dengan memikirkan bagaimana cara menggelar pesta semeriah mungkin. Di sweet seventeen kamu, aku yakin kamu bisa menjadi dewasa dengan cara yang telah kusebutkan tadi :) tak usah berlomba mendekor ruangan paling rame atau gaun paling kece, asal pribadi kamu semakin kece di usia ini, itu sudah cukup untuk merayakannya. 

Senin, 07 Oktober 2013 0 komentar
Malam bintang,

Bolehkah aku meminta sesuatu?

Ajari aku  menerangi pekatnya malam, agar kelak aku bisa menjadi cahaya di tempat yang gelap. Menerangi hati-hati umat Nabiku dengan lentera Al-Qur`an.

Ajari aku mengeja rasi-rasimu, agar aku  tahu bagaimana istimewanya berjama`ah, bukan berdiri sendiri menantang langit. Tapi berpegang tangan, berangkul pundak, menyibak gelombang dengan derap langkah serempak.

Ajari aku berotasi sesuai titah Tuhanku, agar aku pandai menaati perintah dariNya. Bergerak, dengan haluan menuju ridhoNya.

 Ceritakan padaku indahnya berbagi dengan siang, dengan awan dan juga kicau burung. Agar aku tak piawai menjadi serakah, dan biar aku sadar bahwa dalam hidup tentu telah diatur ketawazunan. Hingga akhirnya aku tak berorientasi pada dunia semata.

Ajarkanlah banyak hal kepadaku, itu saja permintan dariku. :)

0 komentar
Senin, 07 Okt.`13

Udara dingin menemani perjalananku menuju sekolah, SMAN 2 Model Binjai :) untunglah aku mengenakan jaket berwarna kuning cerah yang baru kubeli seminggu yang lalu. Cukuplah untuk sekedar menghalau dingin yang menyapa kulitku. 

Angkutan kota melaju dengan kecepatan sedang. Langit masih saja mendung, jalan lintas sumatera mulai berdenyut kencang. Cukup banyak kendaraan yang melintas walau jam masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi.

Aku melewati pasar tradisional Tandam Hilir, ada apa ini? mengapa para pedagang menggelar dagangannya di tepi jalan? Rabbi, ternyata air setinggi betis menggenangi pasar yang merupakan nadi ekonomi masyarakat sekitar. Curah hujan memang sangat deras malam tadi, ditambah selokan air yang tidak lancar dan sungai yang meluap membuat kondisi kian semrawut saja. 

Kondisi senada terhampar sepanjang perjalanan. Padahal, selama menuju sekolah aku harus melewati tiga kabupaten/kota. Pertama, Langkat, kedua Deliserdang dan yang ketiga Kota Binjai. Semua daerah sama saja : sama-sama banjir. Aku sangat prihatin melihatnya. Bahkan tinggi air ada yang mencapai paha orang dewasa. Bisa dipastikan, banyak anak-anak yang tidak bisa berangkat ke sekolah karena musibah ini. Bahkan hingga aku pulang sekolah, air belum juga surut.

Untung saja, daerah sekitar rumahku tak ikut tergenang banjir. Tak bisa kubayangkan, aku harus mengangkat rok hingga setinggi betis apalagi paha. Na`udzubillah, aku tak mau melakukannya ! Terimakasih, Rabbi. Kau masih melindungi kami sekeluarga dari bencana banjir. Masih kau anugerahkan rasa nyaman dan lelapnya tidur hingga aku membuka mata saat pagi menjelang. Lindungilah kami selalu :)

Minggu, 06 Oktober 2013 0 komentar
Disela nyanyian hujan, 06 Okt.`13

Malam langit, ah kau masih saja menjatuhkan air ke bumi. Kau begitu taat pada perintah Tuhanmu, kukira cukup lelah terus-terusan menjatuhi bumi dengan air yang harus kau hasilkan melalui proses panjang. Namun, itu semua tak menggoyahkan tekadmu menyelesaikan amanah untuk mengairi tanah-tanah tandus, menyuapi mulut-mulut daun yang haus, mengisi sungai, danau serta lautan yang membentang luas, serta mengisi sumur penduduk agar bisa digunakan untuk mandi dan mencuci. Tasbihmu juga tak putus, sembari bertugas memayungi bumi kau senantiasa memuji penciptamu, Arrahman. Sungguh, aku malu padamu. Aku, dengan tugas kecilku sudah merasa seperti orang paling sibuk sedunia. Bahkan di sela aktivitasku aku lebih sering lalai dari tasbihku. Aku lupa pada sunnah Rasulku, dan terkadang aku tak punya waktu untuk mengeja bait-bait surat cinta dari Tuhanku. Aku sungguh malu padamu dan pendudukmu, langit.

Bolehkah kau sampaikan salamku pada merkurius? aku ingin berterima kasih karena ia telah menyadarkanku bahwa panasnya berjilbab tak ada apa-apanya dibandingkan panas yang harus ditanggungnya karena bertetangga dengan matahari, panasnya sungguh tak diragukan lagi. Namun, ia tak pernah protes pada Tuhannya. Ia taat saja untuk bertasbih selama sangkakala belum menggema.

Jika suatu saat nanti aku terbang menujumu, kumohon jangan tolak kedatanganku. Bukakanlah pintu-pintumu, agar aku bisa melihat betapa agungnya penciptaku dari dekat. Walau kutahu, aku tak cukup sholehah untuk bertemu denganNya. Namun sebagai seorang hamba, ada rasa rindu yang selalu membiru. 

Ah, belum banyak yang kuperbuat untuk agamaku. Beraninya aku berharap kau bukakan pintu-pintumu untukku. 

Langit, aku berharap kau akan membiru pagi nanti. Kau boleh membalas pesanku lewat angin, hujan ataupun kicau burung pipit. Ajari aku untuk cermat memantau bersihnya wajahmu, agar aku pandai memetik hikmah dari tiap lakumu.

 
;