Senin, 19 Maret 2018

Hati yang Merdeka



Orang-orang yang tidak merdeka, adakah kau melihatnya? Mungkin kita juga sedang tidak merdeka.
Orang-orang yang jatuh cinta, adakah kau melihatnya? Mungkin kita juga sedang jatuh cinta. Dan kita menjadi tidak merdeka karenanya.

Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati.
(HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).


Katanya, hati itu ibarat cermin, ia memantulkan bayang kejujuran yang tidak bisa direkayasa. Jika sakit sedang diderita maka sakit itu memancar ke seluruh jasad. Lewat kedua mata, gerak tubuh, jari-jemari dan lewat tutur kata. Semua mewakili keadaan hati yang sesungguhnya. Hati jua menjadi jendral yang mengomandoi kebaikan dan keburukan yang diaminkan oleh seluruh anggota tubuh kita. Betapa sentralnya peran segumpal daging ini. Hingga untuk membuatnya selalu terjaga dibutuhkan usaha yang tidak sekedar saja.

Menjaga hati selalu bersih, telaga tazkiyatun nafs tentu harus sering kita ziarahi. Memeriksa tiap sisinya, adakah noda timbul dari segala aktivitas yang menuntut kita bersinggungan dengan berjuta manusia.

Kepada sahabat-sahabat terkasihku yang menjadi tidak merdeka sebab harapan-harapan, kita memang harus bersedia membuka gerbang pembatas yang menghalangi kebenaran mendekat. Betapa hatimu pun butuh beristirahat. Di balik tembok penghalang ini, ada kasih sejati yang siap mendekapmu hangat. Cinta Allah yang tiada bandingan.

Aku tahu saat hatimu jatuh hari itu, mendadak ia seperti lepas dari pegangan. Sulit dikendalikan. Terbang begitu tinggi dan tidak tergapai. Seperti lupa berpijak. Kemudian terikat oleh janji-janji yang tidak kunjung terbukti, atau pada harapan-harapanmu sendiri. Ia tersekat dari dunia realita dan bermain-main dengan bayangan. Terjajah.

Tidak mengapa, setiap insan tentu pernah mengalami hal yang sama. Kita semua pernah sama-sama menjadi tidak merdeka. Karena hati kita begitu lemah, bahkan untuk menguatkannya seorang kekasih Allah berdo`a kepada Rabbnya dengan penuh harap. Wahai Dzat yang mebolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agamaMu. Ya, terlebih lagi kita yang bukan siapa-siapa. Namun kelemahan itu tidak boleh menjelma pembenaran begitu saja. 

Seringkali kita diminta jujur pada diri sendiri. Tentu berat. Sekali lagi, tidak mengapa. Kita akan belajar di tiap anak tangganya. Kita akan melangkah naik hingga ujian bukan yang itu-itu saja. Tidakkah kita berbahagia? Ujian yang datang itu pertanda Allah ingin menaikkan kelas kita. Artinya semakin sulit, tingkatnya semakin tinggi dan kita bisa semakin dekat kepadaNya. Maka mari kita belajar jujur pada diri sendiri. Belajar jujur pada nurani. 

Ketika kita sedang ‘tidak merdeka’, niat suci pun bisa terjajah. Kebaikan-kebaikan yang dilakukan acapkali digelincirkan. Saat itu, hati biasanya meronta tapi sering kita abaikan. Ketika kita sedang ‘tidak merdeka’, kita menjelma sosok yang bukan kita. Ingin menjadi sempurna tanpa cela. Akhirnya kelabakan dan sia-sia. Saat kita sedang ‘tidak merdeka’...
Segumpal daging itu seketika menjadi pendusta. Bukan hanya pada orang lain, bahkan pada diri kita sendiri..

Tidak ada jalan untuk menyembuhkannya, kecuali kita bersedia jujur dan berbenah diri. Segumpal daging yang Allah beri itu adalah tanda Kemaha baikannya, begitu suci dan selalu ingin disucikan. Disana bertarung kebenaran dan keburukan. Saat hatimu jatuh hari itu, ada pertarungan dahsyat yang tidak biasa. Sesungguhnya iman kita sedang bertarung dengan hebat. Maka ia harus menang dan menjadi merdeka. Tidak terjajah oleh perasaan semu; entah itu benar cinta atau tipu daya yang palsu. 
 
Merdeka :)

0 komentar:

Posting Komentar

 
;