Orang-orang yang tidak
merdeka, adakah kau melihatnya? Mungkin kita juga sedang tidak merdeka.
Orang-orang yang jatuh
cinta, adakah kau melihatnya? Mungkin kita juga sedang jatuh cinta. Dan kita menjadi
tidak merdeka karenanya.
“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal
daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak
pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati.”
(HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).
Katanya, hati itu ibarat cermin, ia memantulkan bayang kejujuran yang tidak bisa direkayasa. Jika sakit sedang diderita maka sakit itu memancar ke seluruh jasad. Lewat kedua mata, gerak tubuh, jari-jemari dan lewat tutur kata. Semua mewakili keadaan hati yang sesungguhnya. Hati jua menjadi jendral yang mengomandoi kebaikan dan keburukan yang diaminkan oleh seluruh anggota tubuh kita. Betapa sentralnya peran segumpal daging ini. Hingga untuk membuatnya selalu terjaga dibutuhkan usaha yang tidak sekedar saja.
Menjaga hati
selalu bersih, telaga tazkiyatun nafs
tentu harus sering kita ziarahi. Memeriksa tiap sisinya, adakah noda timbul
dari segala aktivitas yang menuntut kita bersinggungan dengan berjuta manusia.
Kepada
sahabat-sahabat terkasihku yang menjadi tidak merdeka sebab harapan-harapan,
kita memang harus bersedia membuka gerbang pembatas yang menghalangi kebenaran
mendekat. Betapa hatimu pun butuh beristirahat. Di balik tembok penghalang ini,
ada kasih sejati yang siap mendekapmu hangat. Cinta Allah yang tiada bandingan.
Aku tahu
saat hatimu jatuh hari itu, mendadak ia seperti lepas dari pegangan. Sulit
dikendalikan. Terbang begitu tinggi dan tidak tergapai. Seperti lupa berpijak.
Kemudian terikat oleh janji-janji yang tidak kunjung terbukti, atau pada
harapan-harapanmu sendiri. Ia tersekat dari dunia realita dan bermain-main
dengan bayangan. Terjajah.
Tidak mengapa, setiap
insan tentu pernah mengalami hal yang sama. Kita semua pernah sama-sama menjadi
tidak merdeka. Karena hati kita begitu lemah, bahkan untuk menguatkannya
seorang kekasih Allah berdo`a kepada Rabbnya dengan penuh harap. Wahai Dzat yang mebolak-balikkan hati,
teguhkanlah hatiku di atas agamaMu. Ya, terlebih lagi kita yang bukan siapa-siapa.
Namun kelemahan itu tidak boleh menjelma pembenaran begitu saja.
Seringkali kita diminta
jujur pada diri sendiri. Tentu berat. Sekali lagi, tidak mengapa. Kita akan
belajar di tiap anak tangganya. Kita akan melangkah naik hingga ujian bukan
yang itu-itu saja. Tidakkah kita berbahagia? Ujian yang datang itu pertanda
Allah ingin menaikkan kelas kita. Artinya semakin sulit, tingkatnya semakin
tinggi dan kita bisa semakin dekat kepadaNya. Maka mari kita belajar jujur pada
diri sendiri. Belajar jujur pada nurani.
Ketika kita sedang
‘tidak merdeka’, niat suci pun bisa terjajah. Kebaikan-kebaikan yang dilakukan
acapkali digelincirkan. Saat itu, hati biasanya meronta tapi sering kita
abaikan. Ketika kita sedang ‘tidak merdeka’, kita menjelma sosok yang bukan
kita. Ingin menjadi sempurna tanpa cela. Akhirnya kelabakan dan sia-sia. Saat
kita sedang ‘tidak merdeka’...
Segumpal daging itu seketika menjadi pendusta. Bukan
hanya pada orang lain, bahkan pada diri kita sendiri..
Tidak ada jalan untuk
menyembuhkannya, kecuali kita bersedia jujur dan berbenah diri. Segumpal daging
yang Allah beri itu adalah tanda Kemaha baikannya, begitu suci dan selalu ingin
disucikan. Disana bertarung kebenaran dan keburukan. Saat hatimu jatuh hari
itu, ada pertarungan dahsyat yang tidak biasa. Sesungguhnya iman kita sedang bertarung
dengan hebat. Maka ia harus menang dan menjadi merdeka. Tidak terjajah oleh
perasaan semu; entah itu benar cinta atau tipu daya yang palsu.
Merdeka :)
0 komentar:
Posting Komentar