Minggu, 06 Oktober 2013
Disela nyanyian hujan, 06 Okt.`13

Malam langit, ah kau masih saja menjatuhkan air ke bumi. Kau begitu taat pada perintah Tuhanmu, kukira cukup lelah terus-terusan menjatuhi bumi dengan air yang harus kau hasilkan melalui proses panjang. Namun, itu semua tak menggoyahkan tekadmu menyelesaikan amanah untuk mengairi tanah-tanah tandus, menyuapi mulut-mulut daun yang haus, mengisi sungai, danau serta lautan yang membentang luas, serta mengisi sumur penduduk agar bisa digunakan untuk mandi dan mencuci. Tasbihmu juga tak putus, sembari bertugas memayungi bumi kau senantiasa memuji penciptamu, Arrahman. Sungguh, aku malu padamu. Aku, dengan tugas kecilku sudah merasa seperti orang paling sibuk sedunia. Bahkan di sela aktivitasku aku lebih sering lalai dari tasbihku. Aku lupa pada sunnah Rasulku, dan terkadang aku tak punya waktu untuk mengeja bait-bait surat cinta dari Tuhanku. Aku sungguh malu padamu dan pendudukmu, langit.

Bolehkah kau sampaikan salamku pada merkurius? aku ingin berterima kasih karena ia telah menyadarkanku bahwa panasnya berjilbab tak ada apa-apanya dibandingkan panas yang harus ditanggungnya karena bertetangga dengan matahari, panasnya sungguh tak diragukan lagi. Namun, ia tak pernah protes pada Tuhannya. Ia taat saja untuk bertasbih selama sangkakala belum menggema.

Jika suatu saat nanti aku terbang menujumu, kumohon jangan tolak kedatanganku. Bukakanlah pintu-pintumu, agar aku bisa melihat betapa agungnya penciptaku dari dekat. Walau kutahu, aku tak cukup sholehah untuk bertemu denganNya. Namun sebagai seorang hamba, ada rasa rindu yang selalu membiru. 

Ah, belum banyak yang kuperbuat untuk agamaku. Beraninya aku berharap kau bukakan pintu-pintumu untukku. 

Langit, aku berharap kau akan membiru pagi nanti. Kau boleh membalas pesanku lewat angin, hujan ataupun kicau burung pipit. Ajari aku untuk cermat memantau bersihnya wajahmu, agar aku pandai memetik hikmah dari tiap lakumu.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;