Minggu, 01 Oktober 2017 0 komentar

Allah Maha Baik



Assalamu`alaikum warahmatullah wabarakatuh.

Apa kabar, sahabat?
Semoga sedang dalam keadaan baik dan dimudahkan segala urusannya oleh Allah SWT, jika ada yang sakit segera disembuhkan dan yang sehat ditambahkan rasa syukurnya. Aamiin ya Rabbal `alamiin. Hari ini saya ingin berbagi cerita tentang pengalaman yang selalu membuat saya tertegun, sejenak kembali menginsyafi betapa Allah Maha Pemurah dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Izinkan saya membagikan cerita ini kepada semesta. Semoga tulisan kecil ini bisa membuat kita kembali mengingat kebesaran Allah SWT. 

Berawal dari pengajian di masjid agung Medan pada minggu kedua bulan September 2017. Saya hadir disana karena tugas dari sekolah tempat saya menjalani program PPLT. Tentu semuanya atas skenario Allah. Dan pada hari itu bertepatan menjelang tahun baru hijriah. Buya-sebutan untuk al ustadz- menyampaikan tentang amalan-amalan yang dianjurkan pada bulan Muharram. Salah satunya membahagiakan anak yatim. Walaupun ada pendapat yang menyampaikan bahwa mengkhususkan tanggal 10 Muharram sebagai “hari raya”nya anak yatim termasuk bid`ah dikarenakan dalil yang tidak shahih, tapi bagi saya pribadi  tidak salah jika kita mengambil sisi positif dari kebaikan yang disampaikan.

Saat itu al ustadz dengan semangat menyerukan kepada jama`ah untuk berlomba-lomba mencari anak yatim. Bukan sekedar untuk diundang, diberi makan dan amplop sekedarnya. Tapi bagaimana kita bisa membahagiakan mereka, memberi pengalaman yang tidak pernah mereka rasakan sebelumnya, mengajak liburan misalnya. Di kota lain sudah sering dilakukan agenda rihlah bareng ratusan anak yatim. Saya kira pasti sangat menyenangkan. Ibu-ibu jama`ahpun sangat  antusias menanggapi. “Tapi selain liburan, ada yang lebih utama untuk dilakukan” sambung al ustadz. Apa itu? menjamin pendidikan mereka hingga dewasa. Memberikan beasiswa untuk masa depan mereka. Seketika hati saya bergetar, teringat dengan coretan kecil di buku agenda beberapa bulan lalu. Allah... memberikan masa depan untuk anak yatim piatu. Cita-cita itu sudah terpatri jelas di buku dan di dalam hati. Semoga Allah melindungi saya-kita semua- dari sikap riya, karena sungguh tidak ada maksud sama sekali untuk itu, saya hanya ingin berbagi. Maka biarkan saya menyelesaikan cerita ini dan bacalah sampai habis. 

Melihat antusias jama`ah, saya kian menunduk. Di awal saya mengetahui bahwa jama`ah dzikir ini banyak diikuti oleh orang-orang “gedean”, wajar jika mereka langsung semangat meng-iya-kan seruan ustadz. Tapi bagaimana dengan saya? Seorang mahasiswi semester tujuh yang belum punya apa-apa. Bahkan semuanya masih meminta kepada orangtua. Harus dengan apa saya menyantuni anak yatim tahun ini? Seketika perasaan sedih bergumul di dalam hati. Mengingat target foundation impian yang dirancang untuk 15 tahun kedepan. Masih sangat panjang, saya bergumam. Itupun masih impian.  Dan siang itu sepanjang perjalanan pulang banyak yang terlintas di dalam pikiran, tentang bagaimana agar bisa membahagiakan anak yatim di tahun ini. Satu anak saja, ya Rabb. Tapi tidak ada jawaban, saya tidak menemukan solusi apa-apa.
Waktu berlalu, dan hari-hari berjalan seperti biasa. Saya pun sudah terlupa dengan masalah santunan itu. Dua minggu kemudian saya mengikuti sebuah agenda dakwah. Siang itu di bawah naungan pohon-pohon durian yang belum berbuah kami duduk bersama. Agenda berjalan normal dan semua terasa menyenangkan. Hingga jam ishoma (istirahat-sholat-makan) tiba. Seorang anak laki-laki duduk di dekat kami. Mengamati kegiatan yang kami lakukan saat itu. Ia tidak berbicara sedikitpun, hanya melihat-lihat. Pakaiannya lusuh. Sesekali ia berpindah tempat dan saat ini dekat sekali dengan tempat saya duduk. 

Teman-teman akhwat yang lain menyiapkan nasi beserta lauk-pauknya. Diselingi senyum dan tawa yang renyah, kami bersiap makan siang bersama. Anak lelaki itu mengamati.
“Adek udah makan?”
Ia hanya mengangguk.
“Bener?”
“Iya kak, udah.” jawabnya.
“Sini.. makan lagi ya?”
Ia lama menatap, lalu beringsut mendekat. “Iya.” ucapnya.
Seporsi nasi, mi goreng, sambal kentang dan kerupuk tersaji di hadapannya.
“Ayo, dimakan..”
Ia meraihnya dan makan bersama kami. Sejujurnya saat itu perasaan saya tidak karuan. Jika tidak malu, saya ingin sekali menangis. Sambil makan kami bercerita lebih jauh. Hingga satu kalimat keluar darinya.
“Aku anak yatim, kak. Mamakku udah gak ada. Aku tinggal sama bapak..”
Deg..
Allahu akbar, allahu akbar, allahu akbar. Saya kembali takjub. Gerimis itu kini jatuh lebat di dalam hati. Menyirami rasa syukur dan membuatnya tumbuh subur. Sungguh, tak ada yang mustahil bagi Allah. Begitu sederhana dan memesona, cara Allah menjawab permintaan saya. Keinginan untuk membahagiakan seorang anak yatim, walaupun hanya dengan makan siang bersama dan makanannya pun bukan dari saya seorang, tapi melihat anak lelaki itu kenyang dan senang rasanya sungguh tak terungkapkan. 

Saat itu, dihadapannya saya kembali berdo`a. Kelak harus ada lebih banyak anak yatim yang merasa bahagia. Bagus pakaiannya, tidak kelaparan, tidak kesusahan dan terjamin masa depannya. Kita  harus bisa melakukannya. 

Kini untuk kesekian kalinya, saya kembali jatuh cinta.Tidak ada yang menandingi kemaha agunganNya. Ada saja cara Allah memberi kejutan untuk kita, membahagiakan kita, membuat kita terpana. Sore itu bersama perginya anak laki-laki yang belum saya ketahui namanya itu, sebuah kerinduan kian membiru. Untuk kekasih Allah, Muhammad SAW. 

Rasulullah, dahulu juga terlahir sebagai yatim. Maka mencintai anak-anak yatim adalah salah satu wujud cinta kita kepadanya. Jika saja kita memahami makna perkataannya,
Kedudukanku dan orang yang mengasuh anak yatim di surga seperti kedua jari ini atau bagaikan ini dan ini.”( H.R Bukhari)
tentu kita akan berlomba-lomba menjemput yatim ke dalam kerumah. Tidak akan ada lagi anak-anak yang terlantar, kelaparan dan tidak bisa sekolah. Pengalaman amazing yang saya rasakan ini semoga bisa menjadi semangat dan motivasi. Tidak ada yang mustahil bagi Allah. Semua ada jalannya. Jangan pernah berputus asa. Wa tawakkal `alaAllah. Afwan minkum.

Wassalamu`alaikum warahmatullah wabarakatuh.



 
;