Jumat, 05 Desember 2014 0 komentar

Syukur


Syair musim hujan :
Oi, ujung jariku kisut dimakan udara
Beri aku segelas obat pencerai dingin !
Bolehlah ditambah pisang raja balut tepung mengepul-ngepul.
Sial ! rinduku bertaut pada kemarau.

Syair kemarau :
Oi, mukaku memerah dibakar siang
Beri aku segelas obat pencerai panas !
Bolehlah tambah bongkah es di gelasku
Sial ! rinduku bertaut pada penghujan.

Kau menyungging senyum,
“Manusia belum pandai menghambur syukur…”
Seringaimu.

0 komentar

Cerita perempuan Al Quds


Kau tahu, kawan. Siang saja punya mimpi
Bersanding dengan malam, memeluk gelap mungkin.
Rerumput saja punya angan
Berdansa dengan angin, menghirup aroma matahari
Dan belakangan aku tahu
Cita-cita air hujan :
Menciumi bumi, menghujam akar-akar serabut-tunggang
Berlayar di nadi alam !

Sayang, aku bukan siang, rerumput apalagi hujan
Bernafas saja aku terancam
Oleh ujung-ujung senapan.
Tanahku ditumbuhi tapak serdadu yang tumbuh lebat di seantero negeriku
Kau kenal negeriku, kawan?
Sebuah hamparan senja yang mau lari dari malam.
Kau mau tahu,
Aroma darah disini adalah pengharum tanah kami.
Kau tak percaya? Tanah kami wangi darah syuhada !
Ditambah juga wangi Mavi Marmara,
Sekalipun kini pekaranganku adalah makam
Aku tak iri orang sebelah punya luasan kebun buah yang segar
Sebab aku yakin, aroma darah di Jahannam tak sewangi darah disini,
Di tanahku.
0 komentar

Pulang


Pada purnama yang bulat sempurna
Bolehkah kuterka teruntuk siapa cahaya ia persembahkan
Pun pada jelaga yang memerah
Kepadakukah ia tawarkan luka yang berdarah ?

Jika saja laut cukup tenang, `kan kuputar haluan ke masa silam
dimana aku selalu menikmati bait rindu
dari kaku buku yang tak semestinya berkutu
juga kitab-kitab yang tak semestinya senyap.

Perahuku terlanjur sudah lepas dari tambat
Sayang, aku mau pulang.
Duhai purnamaku yang bulat penuh
Aku mau kembali kepadamu.






 
;