Kau tahu,
kawan. Siang saja punya mimpi
Bersanding
dengan malam, memeluk gelap mungkin.
Rerumput saja punya angan
Berdansa dengan angin,
menghirup aroma matahari
Dan
belakangan aku tahu
Cita-cita
air hujan :
Menciumi bumi,
menghujam akar-akar serabut-tunggang
Berlayar
di nadi alam !
Sayang,
aku bukan siang, rerumput apalagi hujan
Bernafas saja aku terancam
Oleh ujung-ujung senapan.
Tanahku ditumbuhi tapak serdadu
yang tumbuh lebat di seantero negeriku
Kau kenal negeriku,
kawan?
Sebuah hamparan senja
yang mau lari dari malam.
Kau mau tahu,
Aroma
darah disini adalah pengharum tanah kami.
Kau tak percaya?
Tanah kami wangi darah syuhada !
Ditambah juga wangi Mavi
Marmara,
Sekalipun kini pekaranganku adalah makam
Aku tak iri
orang sebelah punya luasan kebun buah yang segar
Sebab aku yakin,
aroma darah di Jahannam tak sewangi darah disini,
Di
tanahku.