Oleh: Fadhilatul Jannah
Indonesia
adalah negara kepulauan yang dianugerahi sumber daya alam luar biasa.Menjadi
rumah bagi flora dan fauna yang tersebar menghuni tanahnya yang subur tak
terkira. Letak Indonesia
yang tepat berada pada garis khatulistiwa menjadikannya sebagai negara dengan
hutan hujan tropis sebagai bioma penuh pesona dan manfaat yang tersebar
menutupi sebagian luas tanahnya.
Hutan hujan tropis
sendiri adalah daerah yang selalu basah atau lembab yang dapat ditemui diwilayah
sekitar khatulistiwa. Formasi hutan yang dijuluki Tropical Lowland Evergreen Rainforest ini adalah rumah bagi
setengan spesies flora dan fauna diseluruh dunia[1].
Oleh sebab itu
biodiversitas alam Indonesia
yang menjadi kekayaan tak ternilai ini harus senantiasa dijaga kelestariannya,
karena berbagai tindakan illegal logging,
perburuan,dan perambahan lahan taman nasional telah menjadi fenomena yang
banyak terjadi dilapangan. Sementara hutan masih sangat dibutuhkan sebagai
penyangga kehidupan.
Di Indonesia sendiri,
kawasan konsevasi telah banyak diusahakan oleh pihak pemerintah dan instansi
terkait.Ini dilakukan demi menjaga kelestarian alam dan keanekaragaman hayati
yang melimpah. Taman Nasional dikelola dengan tujuan pendidikan,
penelitian,rekreasi,budaya, dan yang paling penting adalah sebagai sarana
penyedia konsumsi air, pencegah bencana banjir dan tanah longsor, serta pemberi
oksigen bagi kehidupan. Salah satu Taman Nasional yang telah ditetapkan menjadi cagar biosfer yang
memiliki ekosistem asli dan unik yang perlu dilestarikan untuk ilmu
pengetahuan oleh badan PBB United Nations Educational,Scientific and
Cultural Organization(UNESCO) sejak tahun 1981 adalah Taman Nasional Gunung
Leuser(TNGL) yang membentang luas didaratan Sumatera bagian utara.
Taman Nasional Gunung
Leuser memiliki luas 1.094.692 Ha[2].Kawasan
pelestarian alam ini menghias dua provinsi, yakni Provinsi Aceh dan Sumatera
Utara. Gunung Leuser sendiri adalah nama dari sebuah gunung yang melangit
tinggi yaitu 3404 m diatas permukaan laut Aceh3. TNGL telah menjadi
penopang kehidupan makhluk hidup, bukan hanya yang ada disekitar daerah tempat
TNGL berpijak saja, tapi juga makhluk hidup diseluruh belahan dunia.Sebab, TNGL
adalah bagian dari paru-paru dunia yang disumbangkan oleh Indonesia.
Selain memberi nafas
bagi kelangsungan hidup berbagai spesies flora,fauna, juga manusia yang
menghuni tanahnya maupun yang ada dipojok dunia lain, TNGL juga memberi peluang
geliat rupiah menjejal kantong-kantong penduduk sekitar. Pesona alam TNGL yang
memaksa pengunjung selalu mendecak kagum membuatnya juga berhasil memberi celah
pundi-pundi penghasilan bagi masyarakat yang menetap disekitar area Pemandian
Bukit Lawang,Tangkahan, dan Marike yang ada di kabupaten Langkat, Sumatera
Utara.
Seperti yang dikatakan
oleh seorang peneliti berkebangsaan Eropa,Van Baukering di Medan. Bahwa nilai
ekonomis TNGL mencapai 9.358 juta dolar Amerika, jauh melampaui nilai
pemanfaatan hasil kayu yang hanya mencapai 6.961 juta dolar Amerika3.
Namun, saat ini TNGL
tengah dihadapkan pada permasalahan yang sangat serius.Tanah-tanah TNGL
dirambah dan dijadikan sebagai area perkebunan kelapa sawit. Mereka
menggerogoti jengkal demi jengkal tanah Leuser.selain itu, Illegal logging tak
ingin kalah ikut ambil bagian pula dalam
rangka perusakan alam Tanah Leuser, walau upaya patroli hutan oleh pihak yang
berwajib telah gencar dilakukan, tetap saja para penjarah tak gentar untuk
terus menebangi batang-batang yang menjulang-sang pemberi oksigen,juga sang
penghadang banjir bandang-pohon penyangga ekosisitem tanah Leuser.
Dalam rapat dengar
pendapat dengan komisi B DPRD Sumatera Utara, kepala balai besar TNGL Andi
Basrul mengatakan pihaknya sudah melaporkan penggarapan dan perusakan tersebut
ke seluruh instansi terkait, mulai Kementrian Kehutanan, Badan Pertahanan
Nasional, Kepolisian RI, hingga DPR RI.
Namun, meski data dan kondisi kerusakan tersebut telah dipaparkan, pihaknya
masih belum mendapatkan solusi terbaik dalam menyelesaikan masalah itu[3].
Kebuntuan solusi dalam menghadapi permasalahan
penggarapan lahan dan penebangan liar menyebabkan kondisi alam TNGL kian
memprihatinkan, tercatat sebanyak 22.100 hektare lahan telah digarap warga[4].Kelestarian
alam yang terancam inilah yang menyebabkan situs warisan dunia yang
membanggakan ini telah di redlist
dari daftar UNESCO. Jika TNGL sampai dicabut status warisan dunianya oleh PBB,
maka Indonesia seperti
ditancap oleh dua bilah mata pisau sekaligus, selain harus menopengi wajah dari
umpatan penduduk dunia karena dianggap sebagai bangsa yang tidak mampu menjaga
kelestarian alamnya, Indonesia
juga harus was-was oleh ancaman bencana yang bak dipelupuk mata. Sebab,
penghancuran terhadap salah satu biosfer akan membahayakan kelangsungan hidup
manusia[5].
Kecuali, jika kita peduli dan melakukan kontribusi nyata dalam upaya
pelestarian kembali tanah Leuser. Lalu apa yang bisa kita lakukuan?
.Selama ini TNGL tampak
sendirian mempertahankan biodiversitas dan tanahnya yang terus dijarah, walau
banyak pihak yang mengaku mendukung kelestarian TNGL, aksi nyata di lapangan
tidak menunjukkan kondisi demikian. Negara ini konon dikatakan sebagai Negara
hukum, namun pemberian sanksi tegas kepada para penggarap TNGL tampak semu
dilapangan. Para pelaku dibiarkan
melenggangang begitu saja setelah melakukan penjarahan lahan TNGL.
Bahkan seperti yang
dilansir oleh harian waspada online pada Kamis, 16 Agustus 2012, ribuan hektare
lahan diperjual belikan oleh masyarakat, dan tak sedikit juga lahan yang
digunakan untuk keperluan ratusan KK.. Pihak Balai Besar TNGL memang mengaku
angkat tangan dalam mengatasi masalah penjarahan lahan ini, segala upaya yang
dilakukan sepertinya “mental” saja. Bahkan dikabarkan ada beberapa pejabat
daerah yang memiliki lahan perkebunan sawit di TNGL. Ini tentu menjadi
guncangan besar bagi pemerintah. Pihak pemerintah yang mengaku mendukung upaya
pelestarian TNGL malah membiarkan para pajabat turut andil merusak TNGL. Oleh
sebab itu, penegakan hukum adalah harga mati bagi kelangsungan hidup TNGL. Jika
ingin TNGL selamat, hukumlah oknum-oknum yang telah melakukan perusakan di
TNGL. Dan hal ini bisa berjalan dengan baik jika semua pihak saling bekerja
sama untuk menyelamatkan TNGL.
Sedangkan untuk solusi
jangka panjang, Pelajar sebagai generasi muda yang harus ditanamkan rasa cinta
kepada alam adalah sasaran yang harus dibidik untuk solusi jangka panjang dalam
upaya pelestarian TNGL, pihak TNGL bisa bekerja sama dengan instansi-instansi
pendidikan atau sekolah yang ada disekitar wilayah Provinsi Sumatera Utara dan
Aceh untuk memperkenalkan TNGL kepada generasi muda agar mereka para calon
pemimpin bangsa dimasa datang memiliki rasa cinta terhadap TNGL, sang Tropical Rainforest Heritage of Sumatera.
Kegiatan yang berpotensi untuk bias dilakukan
secara kontinyu adalah mengadakan perkemahan cinta TNGL. Dimana dalam kegiatan
perkemahan tersebut, peserta diajak melakukan reboisasi di beberapa titik yang
tampak gundul. Selain itu, pemutaran film-film dokumenter tentang bahaya dan
berbagai dampak negatif dari perusakan alam bisa menjadi shock terapi bagi mereka, sehingga tak akan ada keinginan untuk
merusak hutan yang sangat berharga.
TNGL, sejatinya adalah
jantung hati bagi masyarakat sekitarnya. Mereka tega merusak alam karena dipaksa keadaan dan akibat kurang
pengetahuan. Itu menjadi tugas kita bersama sebagai penikmat nafas hutan,
menyadarkan, memperbaiki, dan terus merawat TNGL.Gerakan peduli TNGL sendiri
bisa dimulai dari tingkat paling kecil dan sekali lagi, penegakan hokum adalah
harga mati bagi keselamatan TNGL.
Taman Nasional Gunung
Leuser, bagian kecil dari kekayaan biodiversitas negeri bernama
Indonesia.Merusaknya berarti merusak Indonesia pula. Tak kenal maka tak
sayang, jika sudah kenal maka jatuh cinta akan segera dirasakan. Jika sudah
jatuh cinta, merusaknya hati tak akan tega. Maka kenalkanlah sobat, ini dia
TNGL penyumbang udara segar di atmosfer, berasal dari Indonesia. Ini
dia TNGL, sarana edukasi, rekrasi dan warisan dunia, membentang luas pada
sebuah pulau nan elok, bernama sumatera. Ini dia TNGL, sebuah biosfer
berpangkat ASEAN Heritage Parks
berdiri tegak menggandeng dua provinsi kaya budaya, Aceh dan Sumatera Utara.
Tidakkah kau merasa jatuh cinta?
Daftar Pustaka
Supardi, Dr. I. Mei
1984.Lingkungan Hidup dan Kelestariannya.Bandung:Alumni
Buletin Jejak Leuser
edisi 12 vol.4 2008
WWW.Waspada Online.com
[1]
Dikutip dari www.wikipedia.com
[2]
Dikutip dari www.wikipedia.com
3.Dikutip dari www.wikipedia.com
[3]
Dikutip dari harian Waspada online
4 Dikutip dari www.wikipedia.com
5. Dikutip dari buku
Lingkungan Hidup dan Kelestariannya karangan Dr.I. Supriadi, Mei 1984,
Alumni Bandung.