Senin, 26 November 2012

Merajut Asa Tanah Leuser
Oleh: Fadhilatul Jannah

Indonesia adalah negara kepulauan yang dianugerahi sumber daya alam luar biasa.Menjadi rumah bagi flora dan fauna yang tersebar menghuni tanahnya yang subur tak terkira. Letak Indonesia yang tepat berada pada garis khatulistiwa menjadikannya sebagai negara dengan hutan hujan tropis sebagai bioma penuh pesona dan manfaat yang tersebar menutupi sebagian luas tanahnya.
Hutan hujan tropis sendiri adalah daerah yang selalu basah atau lembab yang dapat ditemui diwilayah sekitar khatulistiwa. Formasi hutan yang dijuluki Tropical Lowland Evergreen Rainforest ini adalah rumah bagi setengan spesies flora dan fauna diseluruh dunia[1].
Oleh sebab itu biodiversitas alam Indonesia yang menjadi kekayaan tak ternilai ini harus senantiasa dijaga kelestariannya, karena berbagai tindakan illegal logging, perburuan,dan perambahan lahan taman nasional telah menjadi fenomena yang banyak terjadi dilapangan. Sementara hutan masih sangat dibutuhkan sebagai penyangga kehidupan.
Di Indonesia sendiri, kawasan konsevasi telah banyak diusahakan oleh pihak pemerintah dan instansi terkait.Ini dilakukan demi menjaga kelestarian alam dan keanekaragaman hayati yang melimpah. Taman Nasional dikelola dengan tujuan pendidikan, penelitian,rekreasi,budaya, dan yang paling penting adalah sebagai sarana penyedia konsumsi air, pencegah bencana banjir dan tanah longsor, serta pemberi oksigen bagi kehidupan. Salah satu Taman Nasional yang telah  ditetapkan menjadi cagar biosfer yang memiliki ekosistem asli dan unik yang perlu dilestarikan untuk ilmu pengetahuan  oleh badan PBB United Nations Educational,Scientific and Cultural Organization(UNESCO) sejak tahun 1981 adalah Taman Nasional Gunung Leuser(TNGL) yang membentang luas didaratan Sumatera bagian utara.

Taman Nasional Gunung Leuser memiliki luas 1.094.692 Ha[2].Kawasan pelestarian alam ini menghias dua provinsi, yakni Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Gunung Leuser sendiri adalah nama dari sebuah gunung yang melangit tinggi yaitu 3404 m diatas permukaan laut Aceh3. TNGL telah menjadi penopang kehidupan makhluk hidup, bukan hanya yang ada disekitar daerah tempat TNGL berpijak saja, tapi juga makhluk hidup diseluruh belahan dunia.Sebab, TNGL adalah bagian dari paru-paru dunia yang disumbangkan oleh Indonesia.

Selain memberi nafas bagi kelangsungan hidup berbagai spesies flora,fauna, juga manusia yang menghuni tanahnya maupun yang ada dipojok dunia lain, TNGL juga memberi peluang geliat rupiah menjejal kantong-kantong penduduk sekitar. Pesona alam TNGL yang memaksa pengunjung selalu mendecak kagum membuatnya juga berhasil memberi celah pundi-pundi penghasilan bagi masyarakat yang menetap disekitar area Pemandian Bukit Lawang,Tangkahan, dan Marike yang ada di kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Seperti yang dikatakan oleh seorang peneliti berkebangsaan Eropa,Van Baukering di Medan. Bahwa nilai ekonomis TNGL mencapai 9.358 juta dolar Amerika, jauh melampaui nilai pemanfaatan hasil kayu yang hanya mencapai 6.961 juta dolar Amerika3.
Namun, saat ini TNGL tengah dihadapkan pada permasalahan yang sangat serius.Tanah-tanah TNGL dirambah dan dijadikan sebagai area perkebunan kelapa sawit. Mereka menggerogoti jengkal demi jengkal tanah Leuser.selain itu, Illegal logging tak ingin kalah ikut ambil bagian pula  dalam rangka perusakan alam Tanah Leuser, walau upaya patroli hutan oleh pihak yang berwajib telah gencar dilakukan, tetap saja para penjarah tak gentar untuk terus menebangi batang-batang yang menjulang-sang pemberi oksigen,juga sang penghadang banjir bandang-pohon penyangga ekosisitem tanah Leuser.
Dalam rapat dengar pendapat dengan komisi B DPRD Sumatera Utara, kepala balai besar TNGL Andi Basrul mengatakan pihaknya sudah melaporkan penggarapan dan perusakan tersebut ke seluruh instansi terkait, mulai Kementrian Kehutanan, Badan Pertahanan Nasional,  Kepolisian RI, hingga DPR RI. Namun, meski data dan kondisi kerusakan tersebut telah dipaparkan, pihaknya masih belum mendapatkan solusi terbaik dalam menyelesaikan masalah itu[3].
 Kebuntuan solusi dalam menghadapi permasalahan penggarapan lahan dan penebangan liar menyebabkan kondisi alam TNGL kian memprihatinkan, tercatat sebanyak 22.100 hektare lahan telah digarap warga[4].Kelestarian alam yang terancam inilah yang menyebabkan situs warisan dunia yang membanggakan ini telah di redlist dari daftar UNESCO. Jika TNGL sampai dicabut status warisan dunianya oleh PBB, maka Indonesia seperti ditancap oleh dua bilah mata pisau sekaligus, selain harus menopengi wajah dari umpatan penduduk dunia karena dianggap sebagai bangsa yang tidak mampu menjaga kelestarian alamnya, Indonesia juga harus was-was oleh ancaman bencana yang bak dipelupuk mata. Sebab, penghancuran terhadap salah satu biosfer akan membahayakan kelangsungan hidup manusia[5]. Kecuali, jika kita peduli dan melakukan kontribusi nyata dalam upaya pelestarian kembali tanah Leuser. Lalu apa yang bisa kita lakukuan?
.Selama ini TNGL tampak sendirian mempertahankan biodiversitas dan tanahnya yang terus dijarah, walau banyak pihak yang mengaku mendukung kelestarian TNGL, aksi nyata di lapangan tidak menunjukkan kondisi demikian. Negara ini konon dikatakan sebagai Negara hukum, namun pemberian sanksi tegas kepada para penggarap TNGL tampak semu dilapangan. Para pelaku dibiarkan melenggangang begitu saja setelah melakukan penjarahan lahan TNGL.
Bahkan seperti yang dilansir oleh harian waspada online pada Kamis, 16 Agustus 2012, ribuan hektare lahan diperjual belikan oleh masyarakat, dan tak sedikit juga lahan yang digunakan untuk keperluan ratusan KK.. Pihak Balai Besar TNGL memang mengaku angkat tangan dalam mengatasi masalah penjarahan lahan ini, segala upaya yang dilakukan sepertinya “mental” saja. Bahkan dikabarkan ada beberapa pejabat daerah yang memiliki lahan perkebunan sawit di TNGL. Ini tentu menjadi guncangan besar bagi pemerintah. Pihak pemerintah yang mengaku mendukung upaya pelestarian TNGL malah membiarkan para pajabat turut andil merusak TNGL. Oleh sebab itu, penegakan hukum adalah harga mati bagi kelangsungan hidup TNGL. Jika ingin TNGL selamat, hukumlah oknum-oknum yang telah melakukan perusakan di TNGL. Dan hal ini bisa berjalan dengan baik jika semua pihak saling bekerja sama untuk menyelamatkan TNGL.
Sedangkan untuk solusi jangka panjang, Pelajar sebagai generasi muda yang harus ditanamkan rasa cinta kepada alam adalah sasaran yang harus dibidik untuk solusi jangka panjang dalam upaya pelestarian TNGL, pihak TNGL bisa bekerja sama dengan instansi-instansi pendidikan atau sekolah yang ada disekitar wilayah Provinsi Sumatera Utara dan Aceh untuk memperkenalkan TNGL kepada generasi muda agar mereka para calon pemimpin bangsa dimasa datang memiliki rasa cinta terhadap TNGL, sang Tropical Rainforest Heritage of Sumatera. Kegiatan yang berpotensi untuk  bias dilakukan secara kontinyu adalah mengadakan perkemahan cinta TNGL. Dimana dalam kegiatan perkemahan tersebut, peserta diajak melakukan reboisasi di beberapa titik yang tampak gundul. Selain itu, pemutaran film-film dokumenter tentang bahaya dan berbagai dampak negatif dari perusakan alam bisa menjadi shock terapi bagi mereka, sehingga tak akan ada keinginan untuk merusak hutan yang sangat berharga.
TNGL, sejatinya adalah jantung hati bagi masyarakat sekitarnya. Mereka tega merusak  alam karena dipaksa keadaan dan akibat kurang pengetahuan. Itu menjadi tugas kita bersama sebagai penikmat nafas hutan, menyadarkan, memperbaiki, dan terus merawat TNGL.Gerakan peduli TNGL sendiri bisa dimulai dari tingkat paling kecil dan sekali lagi, penegakan hokum adalah harga mati bagi keselamatan TNGL.
Taman Nasional Gunung Leuser, bagian kecil dari kekayaan biodiversitas negeri bernama Indonesia.Merusaknya berarti merusak Indonesia pula. Tak kenal maka tak sayang, jika sudah kenal maka jatuh cinta akan segera dirasakan. Jika sudah jatuh cinta, merusaknya hati tak akan tega. Maka kenalkanlah sobat, ini dia TNGL penyumbang udara segar di atmosfer, berasal dari Indonesia. Ini dia TNGL, sarana edukasi, rekrasi dan warisan dunia, membentang luas pada sebuah pulau nan elok, bernama sumatera. Ini dia TNGL, sebuah biosfer berpangkat ASEAN Heritage Parks berdiri tegak menggandeng dua provinsi kaya budaya, Aceh dan Sumatera Utara. Tidakkah kau merasa jatuh cinta?



















Daftar Pustaka

Supardi, Dr. I. Mei 1984.Lingkungan Hidup dan Kelestariannya.Bandung:Alumni
Buletin Jejak Leuser edisi 12 vol.4 2008
WWW.Waspada Online.com














[1] Dikutip dari www.wikipedia.com
[2] Dikutip dari www.wikipedia.com
3.Dikutip dari www.wikipedia.com
[3] Dikutip dari harian Waspada online
4 Dikutip dari www.wikipedia.com
5. Dikutip dari buku  Lingkungan Hidup dan Kelestariannya karangan Dr.I. Supriadi, Mei 1984, Alumni Bandung.


0 komentar:

Posting Komentar

 
;