Bersaudara kerenaNya
Sebuah pertalian yang didasarkan pada iman bisa
dipastikan ia begitu erat. Sebuah hubungan yang
mengikat dua, tiga empat, puluhan,
ratusan, bahkan ribuan hati. Atas
nama Rabbnya mereka saling mencinta. Mengenal,
memahami, saling tolong-menolong hingga mendahulukan hajat saudara. Sungguh indah. Benarlah adanya, bahwa ikatan karena iman
terasa lebih kental dari pada ikatan karena darah. Sebuah tali persaudaraan
yang mengulur panjang hingga ke syurga. Yang para penikmatnya kelak akan
dicemburui para Nabi juga para syuhada. Ikatan yang menurunkan hujan rahmat
dari Rabb yang Maha penyayang : Ukhuwah Islamiyah.
Manis sekali ungkapan ini, Dalam dekapan ukhuwah, kita mengambil cinta dari langit. Lalu
menebarkannya di bumi. Sungguh di surga, menara-menara cahaya menjulang untuk
hati yang saling mencinta. Maka beruntunglah engkau yang merasakan bagaimana
indahnya berukhuwah, bersaudara karena Allah semata. Di abad ini, saat banyak
sekali manusia tertipu dengan fananya dunia, mereka yang menjadikan strata
sosial, nilai materi sebagai pertimbangan untuk membina sebuah hubungan. Entah itu pertemanan, atau apa. Sungguh
mereka bagai membangun rumah laba-laba. Bukankah teman, sahabat, saudara adalah
tempat kita berbagi beban juga kebahagiaan, bersandar juga kawan dalam
bersabar, mereka adalah rumah tempat berpulang. Banyak sekali manusia yang
membangun rumahnya dari tali yang teramat rapuh, seperti laba-laba. Dengan sedikit saja
gangguan rumah itu bisa porak-poranda, hancur tak berbekas. Kita harus sadar
bahwa hanya ada satu hubungan pertemanan, persaudaraan yang kuat, kekal bahkan
menghadiahkan naungan di hari perhitungan kelak : Ukhuwah Islamiyah.
Ukhuwah inilah
yang memaut hati seorang Abu Bakar Ash Shiddiq pada saudara seperjuangannya,
kekasih Rabbnya Rasulullah Muhammad SAW. Di tahun ke 14 nubuwah. Dalam
perjalanan hijrah yang membutuhkan tadhiyah (pengorbanan) sepenuh jiwa. Di sebuah
gua yang berada di selatan kota Mekah, terukir kisah persaudaraan yang abadi
sepanjang sejarah.
Sampai di
mulut gua, Abu Bakar berkata : ‘‘Demi Allah, janganlah engkau masuk ke dalamnya
sebelum aku masuk terlebih dahulu. Jika di dalamnya ada sesuatu yang tidak
beres, biarlah aku yang terkena, asal tidak mengenai engkau.‘‘ lalu Abu Bakar
memasuki gua dengan menyisihkan kotoran yang menghalangi. Di sebelahnya dia
mendapatkan lubang. Dia merobek mantelnya menjadi dua bagian dan mengikatnya ke
lubang itu. Robekan satunya lagi dia balutkan ke kakinya. Setelah itu Abu Bakar
berkata kepada beliau, ‘‘Masuklah!‘‘. Maka beliaupun masuk ke dalam gua.
Setelah mengambil tempat di dalam gua, beliau merebahkan kepala di atas
pangkuan Abu Bakar dan tertidur.
Tiba-tiba Abu
Bakar disengat hewan dari lubang yang tadi. Namun ia tidak berani bergerak,
karena takut akan mengganggu tidur Rasulullah. Dengan menahan rasa sakit, air
mata menetes ke wajah Rasulullah.
‘‘Apa yang
terjadi wahai Abu Bakar?‘‘ tanya beliau.
Abu Bakar
menjawab, ‘’Demi ayah dan ibuku menjadi jaminan, aku digigit binatang.’’
Kemudian
Rasulullahpun mengobati luka di kaki Abu Bakar.
Demi dzat yang
Merajai jiwa manusia, apa yang membuat mereka begitu saling mengasihi dan
mendahulukan satu sama lain? Ukhuwah yang telah mengakar kuat di dalam jiwa.
Hati mereka terikat. Sebuah perasaan yang sulit untuk dijelaskan. Ia hanya akan
menjadi benar-benar nyata ketika kita merasakannya. Dan ukhuwah Islamiyah,
persaudaraan karena kesamaan akidah hanya akan dirasakan oleh mereka yang hidup
hatinya. Nyala oleh cahaya keimanan.
Maka
saudaraku, marilah kita melapangkan hati, membuka ruang dalam nurani. Kita turuti wasiat sang Nabi : Jadilah
hamba-hamba Allah yang bersaudara. Bersaudara itu mengenal, memahami,
menolong juga mendahulukan. Ikhlas
menyayangi, mendo’akan di sepertiga malam yang pekat sunyi. Lantunan rabithah
juga tak kalah manis untuk dibisikkan di ujung sajadah. Bersaudara memang
sungguh indah. Sekali lagi, mari kita melapangkan hati. Semoga kelak Allah
ridhai kita untuk memantik cemburu di kalangan para Nabi juga para syuhada
disana. Allah berikan kita naungan saat tak ada lagi naungan di hari itu
kecuali naunganNya. Sebab kita memegang erat pertalian yang suci itu. Sebab
kita berukhuwah islamiyah dan komitmen untuk menjaganya.
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada
dalam surga (taman-taman) dan (di dekat) mata air-mata air (yang
mengalir). (Dikatakan kepada mereka): “Masuklah ke dalamnya dengan
sejahtera lagi aman ” . Dan Kami
lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka
merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.”
(QS
Al Hijr: 45-47)
Wallahu a`lam bisshawab.
Referensi : Sirah Nabawiyah,
Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakhfurri.
0 komentar:
Posting Komentar